Mengajar Matematika pada Anak Diskalkulia
Banyak orang memandang matematika sebagai pelajaran yang paling sulit. Meskipun demikian semua orang harus mempelajarinya karena matematika merupakan sarana untuk memecahkan masalah sehari – hari. Tak terkecuali pada anak yang berkesulitan beajar juga harus mempelajarinya. Penguasaan matematika diperlukan oleh setiap orang sejak dini. Oleh karena itu pembelajaran matematika juga harus diberikan kepada semua orang. Hal ini dilakukan karena matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar bagi perkembangan ilmu – ilmu lain.
Namun demikian dalam memberikan pelajaran guru tidak bisa memberikan materi dengan menggunakan metode yang sama atau dengan kata lain dalam mengajar guru menyama ratakan kemampuan murid dengan menggunakan metode yang sama. Salah satu contoh hal ini berlaku pada siswa yang mengalami berkesulitan belajar matematika. Guru tidak bisa mengajarkan matematika dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti mengajar siswa normal yang lainnya.
Banyak definisi tentang anak yang berkesulitan belajar matematika, salah satunya adalah menurut The National Joint Comitte for Learning Disabilities (NJCLD) (dalam Abdurrahman, 2003) mengemukakan definisi kesulitan belajar sebagai berikut :
Kesulitan belajar mennjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesuliatn yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap – cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut instrinsik dan diduga oleh adanya disfungsi system saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor – faktor psikogenik.
Anak yang berkesulitan belajar matematika atau yang disebut dengan diskalkulia (dyscalculis) menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2003) ada beberapa karakteristik yaitu (1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3) asosiasi visual – motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami symbol, (6) gannguan penhayaan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) performance IQ jauh lebih rendah daripada sekor verbal IQ.
Guru dapat membantu anak berkesulitan belajar matematika dengan mengenal berbagai kesalahan umum yang dilakukan anak dalam menyelesaikan tugas – tugas dalam bidang studi matematika. Dengan demikian, pembelajaran matematika dapat diarahkan pada kesalahan – kesalahan tersebut. Atau dengan kata lain pembelajarannya lebih ditekankan pada hal – hal yang siswa tersebut masih kurang menguasai. Guru harus memeriksa pekerjaan atau tugas – tugas dari siswea dan meminta siswa menjelaskan bagaimana ia sampai pada penggunaan pemecahan masalah seperti itu. Guru juga perlu melakukan observasi terhadap cara yang digunakan oleh siswa dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan – kesalahan tersebut.
Pengajaran matematika pada anak yang menalami kesulitan belajar matematika harus memperhatikan prinsip – prinsip mengajar matematika. Prinsip mengajar matematika sangat membantu guru dalam upaya mencapai keberhasilan dalam mengajar matematika. Dalam mengajar matematika hendaknya guru menyiapkan anak untuk mempelajari bidang studi matematika. Banyak anak berkesulitan belajar matematika yang penyebabnya adalah kurangnya kesiapan anak untuk mempelajari bidang studi matematika. Anak yang tidak siap saat belajar matematika akan semakin ketinggalan dalam pelajaran karena pelajaran matematika yang bersifat saling terkait antara materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah dipelajari.
Siswa yang sudah siap belajar akan memungkinkan guru untuk mengajarkan matematika dengan cara maju artinya pada saat mengjarakan hendaknya guru mengajarkan dari hal – hal yang konkret ke abstrak. Hal ini membuat siswa mudah memahami konsep – konsep matematika dengan baik. Hal – hal yang konkret membuat siswa melihat dan merasakan secara langsung berbagai objek atau benda yang bisa ia gunakan untuk mengembangkan ketrampilan matematikanya. Setela anak secara konkret mengerti atau menguasi keterampilan matematika siswa diarahkan untuk menggatikan objek atau benda tadi menjadi symbol – symbol atau gambar dalam matematika.
Waktu lebih yang diberikan oleh guru akan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mengulang agar siswa mampu mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari. Guru harus mampu memahami akan kekurangan dan kelebihan siswa atau kemampuan dan ketidakmampuan siswanya sehingga latihan yang diberikan kepada siswanya tidak terlalu berat ataupun tidak terlalu ringan. Siswa yang belajar dari hal – hal konkret dan latihan – latihan yang sesuai dengan tahapan – tahapan artinya latihan yng diberikan dimulai dari hal – hal yang mudah ke sulit membuat siswa memperoleh kesempatan untuk menggeneralisasikan keterampilannya kedalam banyak hal yang lain. Sebagai contoh siswa dapat berlatih berhitung dengan banyak soal – soal cerita yang diberikan oleh guru atau siswa sendiri. Tujuannya adalah siswa memperoleh keterampilan – keterampilan baru dalam mengenal dan mengaplikasikan konsep – konsep operasi hitung terhadap situasi yang berbeda atau baru.
Pendekatan tersebut di atas akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi siswa manakala guru dalam mengaplikasinnya secara konsisten. Sehingga kesulitan belajar matematika pada anak yang mengalami kesulitan belajar matematika (diskalkulia)dapat teratasi. Dan anak yang mengalami kesulitan belajar matematika (diskalkulia) dapat belajar matematika secara normal seperti siswa pada umunya. Harapan yang tidak kala pentingnya adalah bahwa dengan belajar matematika yang mengalami kesulitan belajar matematika (diskalkulia) dapat memecahkan masalah sehari – hari yang dihadapinya yang berkaitan dengan matematika.
Kembali ke alam maya
12 years ago
Kurikulum kebangsaan memberi galakan kepada matematik yang bersifat praktikal. Oleh itu, pengiraan lazimnya disusun dalam bentuk ayat. Ini merupakan salah satu masalah kepada kanak-kanak disleksia yang mungkin sudah dapat melakukan operasi tambah, tolak, darab dan bahagi, tetapi mengalami kesukaran membaca ayat matematik yang panjang. Tambahan pula dalam soalan matematik penyelesaian masalah, kanak-kanak itu memerlukan kecekapan membaca sebelum dia dapat menentukan operasi matematik apakah yang terlibat. Guru harus cuba mengelak daripada memberi soalan yang berbentuk ayat kepada kanak-kanak disleksia.
ReplyDelete